CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Kamis, 18 Juni 2009

Minyak di Lumpur Lapindo Harus Segera Ditangani

Pemerintah ataupun pihak Lapindo harus berhati-hati menyikapi keluarnya minyak dari lumpur Lapindo, Sidoarjo dan sebaiknya mulai memantau kawasan itu.

“Saya yakin Lapindo memiliki orang-orang yang ahli di bidang pertambangan untuk menanganinya. Jangan sampai masyarakat dibiarkan untuk menambang secara sembarangan,” kata Pakar Geologi Agus Guntoro kepada wartawan, di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, apabila kegiatan penambangan di daerah semburan itu dilakukan secara sembarangan oleh orang awam, maka minyak tersebut dikhawatirkan akan habis dan saat minyak habis, yang akan keluar adalah gas.

“Jika gas yang keluar tentunya akan sangat membahayakan, sebab bisa meledak,” ujar Agus.

Lebih lanjut Agus mengungkapkan, minyak keluar karena menembus struktur yang besar seperti terlihat dalam seismik.

Zona patahan baru sampai dengan bagian bawahnya. Ketika air yang keluar sudah habis, maka minyaklah yang keluar. Kita harus tetap hati-hati kalau minyak yang keluar,” ujar Agus.

Sementara Guru Besar Geologi ITB, Prof. Dr. Sukendar Asikin mengatakan, pihaknya telah beberapa kali menegaskan bahwa “mud volcano” adalah salah satu indikasi suatu cekungan yang mengandung minyak.

Jadi, katanya, suatu cekungan yang mengandung minyak adalah suatu yang tidak aneh. Karenanya, wajar apabila pihak Lapindo melakukan explorasi di daerah seperti itu.

“Jadi, tidak ada yang membahayakan, bahkan hal itu sangat menguntungkan bagi pihak Lapindo,” katanya.

Dikatakan Sukendar, pihak Lapindo melakukan pengemboran adalah untuk mencari minyak. Akan tetapi, karena adanya bencana alam, maka yang keluar adalah lumpur.

“Sangat jelas bahwa tidak ada yang salah bagi pihak Lapindo dalam melakukan pengemboran. Sebab, ternyata memang benar di daerah itu terdapat minyak.Tapi, karena daerah itu sewaktu-waktu keluar lumpur oleh sebab geologi maka lumpurlah yang keluar. Jadi, sangat jelas bahwa di daerah itu memang daerah minyak,” ujarnya.

Lebih jauh Agus mengatakan, berbagai prospektif dapat terjadi dengan keluarnya kandungan minyak pada semburan lumpur Lapindo.

Keluarnya minyak pada semburan lumpur menurut dia tidak ada kaitannya dengan sumur tetapi jalur patahan.

“Sumur tidak ada konstribusi pada kedalaman 9230 kaki pada perut bumi. Artinya, minyak tidak terdapat dalam interval tersebut, tapi berada pada yang lebih dalam,” ujarnya.

Menurut Agus, dengan kedalaman 9230 kaki pada perut bumi, pemboran tidak pernah menjumpai adanya minyak, baik secara litologi maupun kandungan fluida. Karenanya, dengan keluarnya minyak, maka sangat jelas tidak ada kaitannya dengan sumur.(*)

Semburan Lumpur Sidoarjo Tidak Mengandung Minyak Mentah



Hasil penelitian dan analisa yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPPTMG) ‘LEMIGAS’ menghasilkan bahwa tidak ditemukan kandungan minyak mentah (crude oil) dalam jumlah besar pada lumpur di pusat semburan lumpur yang masih aktif di lokasi semburan lumpur Sidoarjo. Berdasarkan analisa menunjukkan hydrokarbon yang tercampur pada lumpur merupakan ceceran produk olahan dari minyak bumi (minyak pelumas bekas).

Penelitian dan analisa PPPTMG ‘LEMIGAS’ dilakukan sebagai tindak lanjut kejadian tanggal 19 Maret 2009 yang menjadi pemberitaan beberapa media masa yang menyebutkan adanya indikasi semburan minyak bercampur lumpur dan air di lokasi semburan gas Lumpur Sidoarjo. Selain tim dari PPPTMG ‘LEMIGAS’, pada pengambilan percontoh (sampling) pada tanggal 21 hingga 22 Maret 2008, juga dilakukan tim dari Direktorat Jenderal Migas dan Badan Geologi.

Percontoh atau sampling lumpur diambil dari Tanggul Cincin (TC) 45, TC 44.1, TC 42.1. Untuk percontoh minyak dan air diambil dari lokasi TC 46. Pengambilan percontoh lumpur kering dilakukan pada Tanggul Intra Section 16 dan Tanggul PPI 18. Sedang untuk percontoh gas diambil pada lokasi dekat Pabrik Kerupuk Candi, Desa Jatirejo (Tanggul Intra Section 22-23) dan Desa Ketapang (berupa gas bubbles). Semua percontoh (emulsi liquid, air dan gas) dianalisis di Laboratorium ‘LEMIGAS’.

Analisa yang digunakan terdiri dari analisa Total Petroleum Hydrokarbon (TPH), analisa Finger Printing, analisa Komposisi Gas, analisa Isotop Hydrokarbon dan analisa Oil Content. Berdasarkan analisa terhadap percontoh memperlihatkan terdapat live hydrokarbon dalam lumpur. Namun konsentrasi tergolong kecil dan masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan berdasarkan ketentuan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Analisa Oil Content dan TPH terhadap percontoh air juga memperlihatkan dibawah ambang batas KLH sehingga aman dialirkan ke badan air.

Sedang analisa terhadap gas yang berasal dari gelembung gas (gas bubble), memperlihatkan bahwa gas tersebut merupakan gas methana yang merupakan hasil dari proses thermogenic dan tidak berbahaya. Gas yang keluar dari bawah permukaan ini berupa gelembung gas dengan tekanan rendah dan langsung tersebar ke udara sehingga konsentrasi gas methana menjadi kecil saat berada di dalam udara bebas.

Terhadap lumpur yang diduga mengandung minyak mentah (crude oil) juga tidak terbukti. Selain kandungan minyaknya sangat kecil, berdasarkan analisa, lumpur tersebut merupakan atau mengandung jenis tanah/lempung. Hal ini juga didukung analisis XRD bahwa lumpur/batuan percontoh mengandung jenis lempung yaitu smectite, kaolinite dan lilite serta sedikit clorite. Adapun kandungan logam berat pada percontoh juga tidak signifikan.

MENGEBOR TANPA CASING (?) / LALAI MEMASANG CASING (?)

MENGEBOR TANPA CASING (?) / LALAI MEMASANG CASING (?)

Istilah “mengebor tanpa casing” atau “lalai memasang casing” – sehingga mengakibatkan kejadian munculnya lumpur dalam skala massif ke permukaan – yang dijadikan argumen dari tuduhan banyak pihak (termasuk kepolisian) terhadap Lapindo merupakan istilah yang membingungkan. Karena sebenarnya yang terjadi adalah: dalam mengebor sumur Banjar-Panji-1 Lapindo “sudah” memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 feet, casing 20 inchi pada 1195 feet, casing (liner) 16 inchi pada 2385 feet dan casing 13-3/8 inchi pada 3580 feet (Bahan presentasi Lapindo Press Rilis ke wartawan, 15 Juni 2006). Nah, ketika mereka mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580 feet sampai ke 9297 feet, mereka “belum” memasang casing 9-5/8 inchi yang rencananya akan dipasang précis di kedalaman batas antara Formasi Kalibeng Bawah dengan Formasi Kujung, yang dalam hal ini ternyata ketemunya di kedalaman 9297 feet tersebut. Dalam teknik pengeboran lapisan bumi, tentunya kita tidak mengebor lapisan baru dengan memasang casing menembus lapisan terlebih dulu, tapi setelah menembus/membuka lapisan baru tersebut menjadi lubang – barulah kita turunkan casing untuk menahan lubang supaya tidak runtuh, dan supaya dapat digunakan dalam proses eksplorasi selanjutnya (testing, produksi dsb).

Ada juga argumen yang dipicu oleh bocornya surat internal partner (Medco) ke media massa (Kompas, 14 Juni 2006) yang menyebutkan bahwa pada 18 Mei 2006, Medco sudah mengingatkan Lapindo sebagai operator untuk konsisten pada program, yaitu memasang casing 9-5/8 inchi di kedalaman 8500 feet. Maksudnya mungkin setelah memasang casing untuk melindungi lubang dari 3580 s/d 8500 feet itu, maka diperkirakan operasi pemboran akan aman di kedalaman-kedalaman berikutnya. Belum tentu juga! Pada saat itu mereka belum mengetahui sampai berapa dalam lagi mereka harus mengebor dalam kondisi tekanan tinggi (over-pressure) sehinga mencapai puncak Formasi Kujung yang relatif tekanannya lebih rendah dari Formasi Kalibeng yang sedang mereka tembus di kedalaman 8000-9000an feet tersebut. Yang menarik lagi dari argumen-argumen yang mendasari surat yang ”bocor” tersebut adalah:

  1. Sebenarnya bagaimana bunyi program casing 9-5/8 yang tertulis dalam buku program pemboran Banjar-Panji-1?
    1. Kalau bunyinya: “Pasang casing di kedalaman +/- 8500 feet atau apabila telah menembus puncak dari Formasi Kujung; tergantung dari mana yang dicapai terlebih dulu” maka dalam hal kedalaman 8500 feet telah dicapai tapi belum menyentuh puncak dari Formasi Kujung, seharusnyalah pemboran dihentikan untuk evaluasi dalam rangka memasang casing.
    2. Tetapi kalau bunyinya: “Pasang casing di puncak Formasi Kujung yang diperkirakan pada kedalaman +/-8500 feet”, maka pemasangan casing pada kedalaman 8500 feet bukan sesuatu yang mandatory (harus dilakukan) tetapi hanya perkiraan saja; sementara tujuan utamanya adalah memasang casing di puncak Formasi Kujung yang dalam hal ini ditembus pada kedalaman 9297 feet (pada saat terjadi loss-circulation atau terhisapnya lumpur ke dalam lubang pemboran karena diasumsikan sudah memasuki Formasi Kujung yang sangat berongga).
  2. Menurut informasi internal dari Lapindo bahwa sebenarnyalah mereka berhenti mengebor pada kedalaman +/- 8700 feet, yaitu setelah menembus 8500 feet tapi belum juga mendapatkan puncak Formasi Kujung (informasi ini harus dicek kebenarannya dengan melihat Daily Drilling Report). Dalam operasi pemboran, diperlukan “rat-hole” (lubang tambahan di bawah target penghentian pemboran) untuk mendapatkan informasi lengkap dari kedalaman target yang bisa di-cover oleh panjangnya alat logging (perekam sifat lapisan batuan di lubang pemboran). Dalam hal ini rat-hole tersebut panjangnya 200 feet dibawah 8500 feet. Data keratan batuan (cuttings) dari kedalaman +/- 6100 feet sampai 8700 feet semuanya menunjukkan bahwa sumur Banjar-Panji-1 menembus lapisan batupasir pada interval tersebut. Demikian juga info yang didapat dari alat perekam lapisan batuan (logging) juga menunjukkan hal yang sama (open hole log ini-pun harus di-cek kebenaran interpretasinya)
  3. Karena ternyata masih belum menembus puncak Formasi Kujung (dibuktikan dengan terus menerus munculnya lapisan batupasir s/d kedalaman 8700 feet), dan karena masih berada pada interval batupasir (yang secara prosedur teknis keselamatan pemboran TIDAK COCOK UNTUK DIPASANGI CASING-SHOE karena kekuatannya terhadap tekanan akan sangat lemah dibandingkan dengan batulempung), dan juga belajar dari pengalaman pemboran Porong-1 yang memasang casing 9-5/8” masih di interval overpressure Kalibeng – menyisakan puluhan feet overpressure Kalibeng Clay untuk dibor lagi sebelum tembus Formasi Kujung – dan setelah itu mengalami “loss” dan “kick” berulang-ulang ketika sudah menembus Kujung (sehingga harus merelakan sumur Porong-1 sebagai sumur gagal: disemen “plug” dan ditinggalkan), maka keputusan untuk tidak memasang casing 9-5/8” di 8500 feet merupakan keputusan yang SANGAT RASIONAL, TEKNIKAL, DAN AMAN (SAFE) pada waktu itu.
  4. Tentu saja keputusan untuk meneruskan pemboran tanpa memasang casing 9-5/8” terlebih dulu (setelah run logging pada 8700-an feet) harus didasarkan pada prasayat (asumsi) bahwa:
    1. Seluruh rangkaian casing dangkal sampai intermediate (30”, 20”, 16”, dan 13-3/8”) telah terpasang dan TERSEMENKAN dengan sempurna, sehingga kalau terjadi tendangan (kick) dari daerah lubang terbuka di bawah casing-casing tersebut, maka rangkaian casing tidak akan goyang, rusak, atau bahkan jebol. Perlu dicatat bahwa pada waktu mengebor Porong-1, Huffco Brantas juga mengalami loss & kick yang dapat diatasi di permukaan dan tidak menyebabkan retakan di bawah permukaan (underground blow-out) karena casing-casing dangkal & intermediate-nya terpasang sempurna.
    2. Kekuatan menahan tekanan pada sepatu casing (casing-shoe) yang terdalam (yaitu 13-3/8” pada 3580 feet) – yang diukur dari proses Leak-Off Test (LOT) sebelum mengebor lebih dalam dari 3580 feet – benar-benar seperti yang dituliskan dalam laporan pemboran, yaitu: 16.4 ppg EMW, dan maksimum berat lumpur yang dipakai dalam pemboran berikutnya sampai kedalaman maksimum 9580 feet tidak melebih 15.4 ppg (dengan menghitung ECD tambahan 1 ppg).
  5. Prasyarat (asumsi) butir 4-a merupakan prasyarat mutlak yang harus diyakinkan pada waktu selesai logging pada 8700 feet dan memutuskan untuk terus mengebor sampai ketemu puncak Formasi Kujung. Apabila pada waktu itu (bahkan pada waktu di awal-awal pengeboran interval 3580-8700 feet) proses evaluasi kekuatan casing-casing yang sudah terpasang tidak dilakukan atau dilakukan dengan seadanya atau dilakukan tanpa mempertimbangkan lebih lanjut tentang factor keamanan-nya lebih rinci, maka hal ini patut disayangkan. Pada kenyataannya terjadinya under-ground blow-out mengindikasikan bahwa casing 13-3/8” telah rusak dan bahkan “menjepit” pipa pada waktu mereka memutuskan untuk mencabut rangkaian pipa secara keseluruhan (Lihat Bahan presentasi Lapindo Press Rilis ke wartawan, 15 Juni 2006). Apabila pada saat itu telah diyakini (dan diketahui) bahwa kondisi casing yang telah terpasang TIDAK AMAN, maka selayaknyalah pengeboran dihentikan saja dan dicarikan rekayasa untuk memperbaiki kondisi casing yang tidak aman tersebut, …. sampai aman,.. baru diteruskan pemborannya. Tetapi apabila kondisi casing yang tidak aman tersebut TIDAK BISA DIAKALI (tidak bisa dikoreksi), maka pilihan terburuknya adalah menge-“plug” lubang dengan semen, merancang ulang disain casing dan mengimplementasikannya di casing-casing dangkal, baik dengan meneruskan pemboran di lubang yang lama, maupun side-track, ataupun… membuat lubang baru.
  6. Prasyarat (asumsi) butir 4-b merupakan prasyarat yang harus diikuti pada waktu sudah memutuskan untuk mengebor lanjut dari 8700 feet-an sampai ketemu dengan puncak Formasi Kujung. Apabila sampai kedalaman 9580 feet dan berat lumpur sudah 15.4 ppg tetapi tetap belum menembus Formasi Kujung (karena prediksi dari seismic meleset), maka mau tidak mau pengeboran harus dihentikan. Selanjutnya: plug dengan semen, mau tinggalkan sumur atau side-track (tentunya setelah evaluasi seismic lagi) terserah kepada operator, tergantung seberapa kuat secara ekonomis Lapindo berani beresiko lagi dengan ketidakpastian interpretasi tsb).
  7. Yang terjadi ternyata: pada 9297 feet matabor menembus formasi yang menyebabkan LOSS CIRCULATION (dengan berat lumpur 14.7ppg??), yang besar kemungkinan itulah puncak dari Formasi Kujung yang ditunggu-tunggu. Prosedur yang dilakukan pada waktu itu adalah mengatasi loss dengan LCM, membuatnya menjadi static, kemudian mencabut rangkaian untuk diganti dengan Open-ended Drill-pipe dalam rangka menyemen-plug zona loss Kujung tersebut. Barulah setelah zona loss ditutup semen, maka casing 9-5/8” akan dipasang précis di puncak Formasi Kujung tsb. NOTHING WRONG dengan rencana tersebut. Malah memang sebenarnya itulah yang harus dilakukan.
  8. Tetapi dalam proses mengimplementasikan rencana tersebut terjadilah hal-hal dibawah ini:
    1. Tendangan (kick) pada waktu matabor sdh diangkat pada kedalaman 4241 feet (masih di open-hole). è Ini kemungkinan disebabkan oleh kecepatan POOH yang terlalu cepat (effek swabbing), atau pada saat akan mencabut, hi-vis pill tidak cukup berat menahan tekanan formasi (dari sepanjang interval 4241-9297 yang terbuka tersebut)
    2. Tendangan dapat diatasi dengan menutup BOP, menyalurkan ke diverter yang keluar berupa gas H2S dan air. Ini juga OK, sesuai dengan prosedur. Hanya saja setelah itu dihitunglah killing mud berdasarkan info SIDP dan SICP yang kemungkinan hasil perhitungannya dan juga “the real” killing mud yang dimasukkan beratnya melebihi kekuatan daya dukung casing shoe di 3580 feet,.. sehingga menyebabkan retakan di sekitar casing shoe, goyangnya casing 13-3/8” (mungkin semennya kurang =è musti diteliti juga) yang terus merembet ke atas, akhirnya muncul ke permukaan membawa lumpur dari Kalibeng Clay (2000-6000 feet). Harap dicatat: letak casing shoe 13-3/8” ada di tengah-atas dari interval Lempung Kalibeng ini, sehingga material-material inilah yang akhirnya terbawa ke permukaan.
    3. Menganggap bahwa kick sudah bisa diatasi, maka usaha pencabutan rangkaian pemboran diteruskan. Tetapi yang terjadi: STUCK di dalam casing. Hal ini ada 2 kemungkinan penyebabnya: “pack-off” dari cutting, material batuan yang ikut terbawa ke atas pada waktu kick telah membuat casing menjadi “choked-off” sehingga menyempit, atau terjadi CASING COLLAPSE, yaitu casingnya mengkerut di titik terjadinya stuck karena ada tendangan tekanan dari samping yang tidak dapat ditahan karena semennya tidak bagus. Manakah diantara keduanya yang benar: SNUBBING UNIT akan menjawabnya. Jika snubbing unit dapat melewati titik jepitan hanya dengan “washing” the hole maka berarti telah terjadi “pack-off” tapi bila snubbing unit tidak bias melewatinya, berarti casingnya memang telah mengkerut.

Dari uraian diatas, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa permasalahannya bukan karena tidak memasang casing 9-5/8” di 8500 feet. Tapi karena masalah-masalah lain. Tentunya Tim Investigasi-lah (Pak Rudi Rubiandini dkk) yang nantinya dapat menjelaskan secara rinci kepada kita semua apa sebenarnya masalah yang terjadi. Merekalah yang punya previllege melihat dan menelisik data-data yang ada. Kita hanya dapat mengamati dari kejauhan sambil mencoba menganalisis dari info-info berseliweran yang keabsahannya belum tentu benar. Hanya saja, kalau menggunakan logika-logika operasional pemboran secara umum, maka hal-hal seperti diataslah yang dapat kita sumbangkan kepada anda semua. Belum tentu benar. Harus diTEST , DICEK , DIKRITISI dengan menengok, memeriksa, melihat data2nya langsung.

Casing shoe

From Wikipedia, the free encyclopedia

In oil drilling and borehole mining, a casing shoe or guide shoe is a bull-nose shaped device which is attached to the bottom of the casing string. A casing hanger, which allows the casing to be suspended from the wellhead, is attached to the top of the casing.[1]

Rusia Siap Kelola Migas Indonesia

"Rusia siap membantu dalam hal penyediaan teknologi tinggi untuk mengelola minyak dan gas Indonesia, selain itu juga akan disiapkan tenaga ahli untuk berbagi pengalaman," katanya di Jakarta, Kamis (4/6).

Dikatakan, Indonesia yang memiliki potensi minyak dan gas sudah dikelola oleh pihak Pertamina. Namun, jika ingin ditingkatkan pengelolaannya, tentu membutuhkan teknologi tinggi agar bisa optimal hasilnya.

Berkaitan dengan hal tersebut, ia mengatakan, pemerintah Rusia bersedia bekerja sama dengan pihak pemerintah Indonesia untuk mengelola minyak dan gas di negara ini.

Berdasarkan data Departemen Perindustrian diketahui, potensi migas di Indonesia sekitar tahun 1972-1979 pernah mencapai angka produksi minyak 1106 juta barrel per hari. Namun jumlah tersebut terus menurun, dan diprediksi tahun 2021 nanti tinggal 200 ribu barrel per hari.

Mencermati hal tersebut, Ivanov mengatakan, untuk mengelola minyak yang semakin menurun produksinya itu, maka salah satu cara untuk mengoptimalkannya lagi dengan penggunaan teknologi yang dapat memacu efisiensi dan efektifitas kinerja di lapangan.

Untuk pengelolaan gas, Rusia sudah terkenal sebagai penyuplai gas ke negara-negara Eropa, karena seperempat impor gas Eropa bergantung pada Rusia.

"Karena itu, Indonesia dapat belajar dari sistem pengelolaan gas Rusia, termasuk penggunaan sarana teknologinya yang sudah menggunakan teknologi tinggi," katanya. [*/cms]

Pertamina Incar Blok Migas Hingga Ke Mancanegara

Jakarta ( Berita ) : PT Pertamina (Persero) saat ini gencar melakukan pengembangan blok minyak dan gas bumi hingga ke mancanegara guna menambah cadangan maupun produksi migasnya.

“Untuk menambah cadangan dan produksi, Pertamina berupaya untuk mendapatkan lahan-lahan produksi baru, baik di dalam maupun di luar negeri. Usaha ini kami lakukan melalui kerjasama dengan perusahaan migas dari luar negeri”, kata Karen Agustiawan, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Kamis [11/06] . Di dalam negeri, jelas Karen, kerjasama dengan perusahaan migas nasional luar negeri dilakukan dengan cara mengikuti lelang.

Disamping itu, lanjut dia, kerjasama juga dilakukan melalui studi bersama, tukar guling aset, maupun akuisisi wilayah kerja di beberapa aset yang akan dijual oleh pihak ketiga.

“Sementara di luar negeri, kerjasama dengan beberapa perusahaan migas nasional dilakukan melalui beberapa model yang saling menguntungkan”, jelas Karen.

Ia mengatakan saat ini Pertamina bersama dengan salah satu perusahaan migas nasional asing sedang mengikuti tender blok produksi di Irak. Sementara di Lybia dan Aljazair, Pertamina juga sedang menjajaki kerjasama dengan BUMN Migas setempat untuk diperbolehkan mengelola blok migas di sana.

“Dengan BUMN Migas Lybia dan Aljazair, Sonatrach, kita sedang melakukan pendekatan untuk masuk ke wilayah migas masing-masing”, ungkap Karen. Untuk menambah lapangan baru juga diupayakan melalui akuisisi.

Misalnya, terang Karen, sedang dilakukan upaya akuisisi lahan baru di Libya, Qatar, Malaysia, Vietnam bersama Quad, dan di Australia bersama Woodside.

Selain itu, hal sama juga sedang dilakukan di Venezuela dengan PDVSA, di Brazil dengan Petrobras, di Mexico dengan Pemex, dan di China dengan Sinopec. “Keseluruhan itu masih dalam proses penilaian dan negosiasi”, imbuh dia.

Karen menghitung, dalam upaya mengembangkan blok baru tersebut, saat ini Pertamina telah memiliki 22 aset di dalam negeri dan 6 aset di luar negeri. Selain itu, ada 11 proyek baik di dalam maupun di luar negeri yang masih dalam tahap penilaian, serta 6 proyek yang masuk tahap studi data.

Frederick Siahaan, Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) mengaku siap dalam hal pendanaan guna mewujudkan rencana ekspansi ini. “Pertamina sudah mempersiapkan biaya modal khusus untuk mendanai penambahan blok migas baru sebesar 3,2 trilyun rupiah. Dana ini akan kami pergunakan hanya untuk tahun 2009 saja”, ungkap Frederick. ( ant )

Depo Pertamina Makassar Kebakaran


Kebakaran depo Pertamina di Makassar, Sulawesi Selatan.
Liputan6.com, Makassar: Depo Pertamina di Makassar, Sulawesi Selatan, meledak dan terbakar pada Sabtu (13/6) pukul 09.00 waktu setempat. Tak hanya depo, sebuah mobil tangki yang berada di sekitar depo tersebut pun ikut terbakar. Hingga siang ini sekitar 50 unit pemadam kebakaran dari Pemkot Makassar, Pertamina, serta TNI Angkatan Laut masih terus melakukan pemadaman.

Penyebab meledaknya depo Pertamina hingga kini belum diketahui secara pasti. Dugaan sementara sumber ledakan berawal dari proses pengisian tabung gas.

Akibat kejadian tersebut, pelayanan bahan bakar minyak dan gas ke wilayah Sulawesi terhenti sementara. Kerugian yang diderita Pertamina ditaksir miliaran rupiah. Warga yang tinggal di dekat depo juga ikut panik. Mereka segera keluar rumah dan menyelamatkan barang-barang

Komisaris Pertamina Maizar Rahman : Kilang RU IV Sekarang Sangat Hijau



Pada saat pertama kali rombongan Komisaris Pertamina memasuki area Kilang RU IV, terlintas di benak dewan komisaris betapa berbedanya kilang ini dibandingkan beberapa tahun lalu, kilang RU IV kini terlihat begitu hijau, demikian diungkapkan Maizar Rahman pimpinan rombongan Dewan Komisaris yang berkunjung di RU IV pada saat memberikan sambutannnya di ruang rapat II Head Office (1/6).
Lebih lanjut Maizar menekankan bahwa apabila orang saat muda harus perkasa dan saat tua turun keperkasaannya namun berbeda dengan Kilang RU IV, meskipun umurnya sudah lebih dari 30 tahun namun dituntut keperkasananya terus meningkat mengingat betapa pentingnya peran Kilang RU IV.
Rombongan dewan komisaris yang terdiri dari 6 orang tersebut diterima oleh GM RU IV Chrisna Damayanto dan Tim Manajemen. Acara diawali dengan sambutan selamat datang GM dan dilanjutkan dengan presentasi overview RU IV oleh Manajer Kilang Ardhy NM, dipresentasikan pula mengenai rencana pengembangan Kilang RU IV oleh Dani Prasetyawan dari Pertamina Korporat serta presentasi mengenai Good Coorporate Governance oleh Manajer SPI Daerah IV Sutrisno.
Pada kesempatan ini Dewan Komisaris banyak memberikan masukan kepada RU IV terkait dengan kinerja dan rencana pengembangan kilang. Maizar menyampaikan bahwa dalam berbagai kesempatan Komisaris selalu menyempatkan untuk berkunjung ke seluruh unit operasi Pertamina, hal ini terkait dengan kebijakan-kebijakan yang akan diambil karena menurutnya gambar seribu kali lebih bagus dari sekedar kata-kata, melihat seribu kali lebih bagus dari gambar dan melihat dengan berdialog seribu kali lebih bagus dari hanya sekedar melihat saja.
Setelah diskusi usai Dewan Komisaris berkenan melihat secara langsung Kilang RU IV didampingi GM dan tim manajemen sekaligus mengakhiri kunjungan di RU IV. (a/s)

Depo Elpiji Pertamina Meledak
Pertamina Belum Bisa Kalkulasi Kerugian




Jakarta - PT Pertamina (Persero) belum bisa mengkalkulasi perkiraan kerugian akibat terbakarnya depo elpiji yang meledak di Makassar.

Vice Communication PT Pertamina (Persero) Basuki Trikora Putra mengatakan pihak Pertamina akan segera meneliti kerugian yang diderita akibat kebakaran tersebut.

"Kita masih butuh beberapa waktu untuk meneliti kerugian," ujarnya ketika dihubungi detikFinance, Sabtu (13/6/2009).

Basuki mengatakan pihak Pertamina segera mengusahakan secara maksimal untuk memadamkan api yang berkobar sejak sekitar pukul 09.00 WITA.

"Kebakaran terjadi sejak 09.00 WITA, kita telah dibantu oleh pemadam kebakaran dari Pemkot Makassar," jelasnya.(dnl/djo)

Pertamina Oil Clinic
Pelayanan oil clinic khusus dirancang untuk meningkatkan sistem pemeliharaan mesin dan peralatan mekanik lainnya melalui pengamatan data kondisi mesin secara terus menerus yang dapat dibaca dari data hasil analisa pelumas yang sedang dipakai.

Banyak pelanggan Pertamina sudah merasakan sendiri manfaatnya sehingga benar-benar menyakini bahwa layanan ini dapat membuat mesin dan peralatan mekanik lainnya selalu dalam kondisi operasi yang efisien. Berikut ini keuntungan yang dapat diperoleh dari layanan

Peralatan penunjang

TEORI DASAR

Fishing job adalah pekerjaan dalam teknik pemboran yang mana pekerjaan ini berhubungan dengan pengambilan kembali alat-alat / potongan-potongan alat ke permukaan. Alat yang jatuh harus secepatnya diambil karena semakin lama semakin sulit diambil karena tertutup cutting atau mud cake dan lainnya. Kerugian dalam pekerjaan ini adalah rig timernya semakin panjang dan ini tentunya akan menambah biaya pemboran.

Kejadian ini tidak jarang terjadi pada operasi pemboran karenanya harus selalu hati-hati dan selalu mengontrol peralatan misalnya bit yang sudah tumpul harus segera diganti dan juga WOB yang tidak terlalu besar yang mengakibatkan drill string patah. Apabila alat ini tidak dapat diambil maka harus diadakan pemboran side tracking dan lubang tidak dapat diteruskan lagi.
Sistem peralatan penunjang lainnya yang penting adalah Kunci-kunci, Casing hanger, serta Fishing tools (alat-alat pemancing)

1.1. KUNCI-KUNCI
Peralatan-peralatan yang termasuk dalam kategori ini, antara lain adalah sebagai berikut :
1. Kunci Wilson (Make Up and Break Out Tongs)
Digunakan pada waktu menyambung/melepas sambungan rangkaian pipa bor, digantung pada menara bor dan bekerja secara mekanis.
2. Power Tongs
Fungsinya sama dengan kunci Wilson, tetapi bekerja secara hidrolis atau elektris.
3. Kunci-kunci dan rantai.
4. Tali henep
Merupakan tali yang digunakan untuk memperkeras/melepas sambungan rangkaian pipa bor. Tali henep ini dililitkan pada cathead.

1.2. CASING HANGER

Bagian casing yang terletak pada ujung atas berfungsi untuk menggantungkan seluruh rangkaian casing yang berada dalam lubang bor, disamping itu juga berfungsi untuk fondasi dari BOP stack.

1.3. FISHING TOOLS

a. Operasi Pemancingan

Operasi pemancingan adalah operasi untuk mengambil benda-benda yang tidak diinginkan dari lubang bor, termasuk potonga-potongan logam kecil, peralatan atau rangkaian bagian pipa bor

Dua Kebakaran Terjadi Jelang RUPS Pertamina
Muhammad Taufiqqurahman - detikNews



Jakarta - Dua properti Pertamina terbakar, Sabtu (13/6/2009). Terbakarnya depo elpiji Pertamina Makassar dan Pangkalan Minyak Cililitan ini terjadi hanya dua hari menjelang RUPS Pertamina.

Sebelum kebakaran depo Makassar dan pangkalan minyak Cililitan, kebakaran juga menimpa Crude Distillation Unit (CDU) II Kilang Cilacap pekan lalu. Namun, mulai 9 Juni, CDU II sudah mulai bisa dioperasikan kembali.

Adakah kaitan antara kebakaran-kebakaran itu dengan RUPS Pertamina 15 Juni 2009 nanti? Adakah kaitan antara kebakaran-kebakaran ini dengan isu mundurnya Karen dari dirut Pertamina? Apakah ada kaitan antara tuntutan mundurnya Jenderal Pol (purn) Soetanto dari komisaris utama Pertamina?

Yang jelas, kebakaran dua properti ini tentu merugikan Pertamina, baik finansial atau non finansial. Musibah-musibah yang menimpa Pertamina ini mendapat publikasi media dan diperbincangkan banyak orang. Hal ini mirip dengan kasus terbakarnya Depo Pertamina Plumpang beberapa pekan menjelang dilengserkannya Ari Soemarno dari kursi Dirut Pertamina.

Terhadap isu mundurnya, Karen Agustiawan telah membantah gosip itu pekan lalu. Dia membantah telah mengajukan surat pengunduran diri ke Menneg BUMN. Dia juga membantah ada capres yang menekannya agar Pertamina mendanai kampanyenya.

Sedangkan dorongan terhadap Soetanto agar mundur dari Komut Pertamina terus kencang, karena dia menjadi relawan pendukung SBY-Boediono. Soetanto diminta mundur agar Pertamina yang merupakan BUMN tidak akan ternodai oleh polisi. Nasib Soetanto akan ditentukan dalam RUPS Senin, 15 Juni nanti, meski isu dia telah mundur dari Komut Pertamina telah terdengar dua hari lalu.

Peralatan Offshore

TEORI DASAR

Sistem peralatan pemboran lepas pantai pada prinsipnya adalah merupakan perkembangan dari sistem peralatan pemboran darat, maka metode operasi lepas pantai membutuhkan teknologi yang baru dan biaya operasi yang mahal, karena kondisi lingkungan laut berbeda dengan kondisi lingkungan darat.

Peralatan mutlak yang harus ada dalam operasi pemboran lepas pantai adalah sebuah strutur anjungan (platform) sebagai tempat untuk meletakkan peralatan pemboran dan produksi. Berbagai macam anjungan telah dibuat, seperti anjungan permanen (fixed) yang terdiri diatas kaki-kaki beton bertulang. Jenis ini umumnya digunakan pada laut dangkal dan pada lapangan pengembangan sehingga dapat sekaligus menjadi anjungan pemboran dan produksi.

Berbagai hambatan alam yang harus diatasi bagi pengoperasian unit lepas pantai. Hambatan tersebut antara lain : angin, ombak, arus dan badai. Khusus untuk unit terapung yang amat peka terhadap pengaruh kondisi laut, maka menciptakan peralatan khusus, yaitu peralatan peredam gerak oscilsi vertikal akibat ombak dan peralatan pengendalian posisi pada unit terapung. Untuk pengendalian posisi pada unit terapung dikenal dengan mooring system dan sistem pengendalian posisi dinamik . Sedangkan untuk mengatasi gerak vertikal keatas dan kebawah umumnya digunakan Drill String Compensator (DSC).

Operasi pemboran lepas pantai dimulai dari pengembangan teknologi pemboran darat dengan menggunakan casing conduktor yang ditanam atau dibor dan disemen, kemudian meningkat dengan digunakan mud-line suspention system, dan terus meningkat dengan menggunakan riser system. Penggunaan BOP konventional terus dimodifikasi agar mampu beroperasi di bawah air. Kondisi lingkungan laut berpengaruh terhadap pemilihan jenis platform.

Pertamina Hilir

Stasiun pengisian bahan bakar Pertamina

Kegiatan usaha PERTAMINA Hilir meliputi pengolahan, pemasaran & niaga dan perkapalan serta distribusi produk Hilir baik didalam maupun keluar negeri yang berasal dari kilang PERTAMINA maupun impor yang didukung oleh sarana transportasi darat dan laut. Usaha hilir merupakan integrasi Usaha Pengolahan, Usaha Pemasaran, Usaha Niaga, dan Usaha Perkapalan.

Pengolahan

Kilang minyak

Bidang Pengolahan mempunyai 7 unit kilang dengan kapasitas total 1.041,20 Ribu Barrel. Beberapa kilang minyak terintegrasi dengan kilang Petrokimia dan memproduksi NBBM.

Ketujuh Kilang minyak tersebut terdiri dari :

[sunting] Kilang LNG

Disamping kilang minyak, PERTAMINA Hilir mempunyai kilang LNG di Arun dan di Bontang. Kilang LNG Arun dengan 6 train dan LNG Badak di Bontang dengan 8 train. Kapasitas LNG Arun sebesar 12,5 Juta Ton sedangkan LNG Badak 18,5 Juta Ton per tahun.

Beberapa Kilang tersebut juga menghasilkan LPG, seperti di Pangkalan Brandan, Dumai, Musi, Cilacap, Balikpapan, Balongan, dan Mundu.

Kilang Cilacap adalah satu-satunya penghasil lube base oil dengan grade HVI- 60, HVI — 95, HVI -160 S dan HVI — 650. Produksi lube base ini disalurkan ke Lube Oil Blending Plant (LOBP) untuk diproduksi menjadi produk pelumas dan kelebihannya diekspor.

[sunting] Produk

  • Fastron adalah minyak lumas mesin kendaraan dengan bahan dasar semi synthetic
  • Prima XP SAE 20W - 50 adalah pelumas produksi Pertamina untuk mesin bensin
  • Mesran Super SAE 20W-50 adalah pelumas mesin bensin
  • Mesrania 2T Super-X adalah pelumas mesin bensin dua langkah yang berpendingin air seperti mesin tempel atau speed boat. Pelumas ini diproduksi oleh Pertamina. Juga cocok untuk penggunaan pada motor tempel yang lebih kecil dan mesin ketam, mesin gergaji, bajaj dan bemo.
  • 2T Enviro merupakan pelumas kendaraan 2 Tak dengan bahan bakar bensin juga pelumas semi sintetis yang dibuat dari bahan dasar pelumas mineral ditambah bahan dasar pelumas sintetis Poly Isobutylene. Direkomendasikan untuk digunakan pada mesin kendaraan 2 Tak berbahan bakar bensin dengan pendingin udara. Kendaraan-kendaran 2 Tak buatan Jepang seperti Kawasaki, Yamaha, Suzuki, Honda dan Vespa, dapat juga digunakan untuk mesin gergaji (chain saw) dan mesin potong rumput.
  • Enduro 4T
  • Meditran
  • Rored

Pertamina Hulu

Kegiatan usaha Pertamina Hulu meliputi eksplorasi dan produksi minyak, gas, dan panas bumi. Untuk kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas dilakukan di beberapa wilayah Indonesia maupun di luar negeri. Pengusahaan di dalam negeri dikerjakan oleh PERTAMINA Hulu dan melalui kerjasama dengan mitra sedangkan untuk pengusahaan di luar negeri dilakukan melalui aliansi strategis bersama dengan mitra. Berbeda dengan kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi, kegiatan eksplorasi dan produksi panas bumi masih dilakukan di dalam negeri. Untuk mendukung kegiatan intinya, PERTAMINA Hulu juga memiliki usaha di bidang pemboran minyak dan gas.

[sunting] PT. Pertamina EP

Sebagai tindak lanjut dari UU Migas No. 22 tahun 2001, pada tanggal 13 September 2005 dibentuk PT. Pertamina EP yang merupakan anak perusahaan PT PERTAMINA (PERSERO) yang bergerak di sektor hulu minyak dan gas untuk mengelola Wilayah Kuasa Pertambangan (WKP) PERTAMINA kecuali untuk Blok Cepu dan Blok Randu Gunting.

Kegiatan eksplorasi ditujukan untuk mendapatkan penemuan cadangan migas baru sebagai pengganti hidrokarbon yang telah diproduksikan. Upaya ini dilakukan untuk menjaga agar kesinambungan produksi migas dapat terus dipertahankan.

Pengusahaan minyak dan gas melalui operasi sendiri dilakukan di 7 (tujuh) Daerah Operasi Hulu (DOH). Ketujuh daerah operasi tersebut adalah DOH Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Sumatra Bagian Utara yang berpusat di Rantau, DOH Sumatra Bagian Tengah berpusat di Jambi, DOH Sumatra Bagian Selatan berpusat di Prabumulih, DOH Jawa Bagian Barat berpusat di Cirebon, DOH Jawa Bagian Timur berpusat di Cepu, DOH Kalimantan berpusat di Balikpapan, dan DOH Papua berpusat di Sorong.

[sunting] Perusahaan patungan

Aktivitas eksplorasi dan produksi dilakukan melalui operasi sendiri dan konsep kemitraan dengan pihak ketiga. Pola kemitraan dalam bidang minyak dan gas berupa JOB-EOR (Joint Operating Body for Enhanced Oil Recovery), JOB-PSC (Joint Operating Body for Production Sharing Contract), TAC (Technical Assistance Contract), BOB (Badan Operasi Bersama), penyertaan berupa IP (Indonesian Participation) dan PPI (Pertamina Participating Interest), serta proyek pinjaman; sedangkan pengusahaan panasbumi berbentuk JOC (Joint Operating Contract).

Sampai akhir tahun 2004 jumlah kontrak pengusahaan migas bersama dengan mitra sebanyak 92 kontrak yang terdiri dari 6 JOB-ER, 15 JOB-PSC, 44 TAC, 27 IP/PPI (termasuk BOB-CPP) dan 5 proyek loan. Sedangkan untuk bidang panas bumi terdapat 8 JOC.

Saat ini DOH yang dulu digabung menjadi 3 region, yaitu Region Sumatera berusat di Prabumulih: Region Jawa di Cirebon dan Region KTI (Kawasan Timur Indonesia) dengan pusatnya di Balikpapan.

[sunting] Panas bumi

Pengusahaan bidang panas bumi dilakukan di 3 (tiga) area panas bumi dengan total kapasitas terpasang sebesar 162 MW. Ketiga Area Panas Bumi tersebut adalah Area Sibayak (2 MW) di Sumatra Utara, Kamojang (140 MW) di Jawa Barat dan Lahendong (20 MW) di Sulawesi Utara.

[sunting] Pengembangan usaha

Dalam hal pengembangan usaha, Pertamina telah mulai mengembangkan usahanya baik di dalam dan luar negeri melalui aliansi strategis dengan mitra. Pertamina juga memiliki usaha yang prospektif di bidang jasa pemboran minyak dan gas melalui Pertamina Drilling Service (PDS) yang memiliki 26 unit rig pemboran serta anak perusahaan PT Usayana yang memiliki 7 rig pemboran. Dalam kegiatan transmisi gas, Pertamina memiliki jaringan pipa gas dengan panjang total 3800 km dan 64 stasiun kompresor.

Pertamina

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari
PERTAMINA (Persero)
Berkas:Logo pertamina0.gif
Tipe BUMN
Didirikan 10 Desember 1957
Letak Jl. Medan Merdeka Timur 1A
Jakarta 10110
Telp : (021) 3815111, 3816111
Fax : (021) 3633585,3843882
Tokoh penting Karen Agustiawan, Dirut
Industri Minyak dan Gas Bumi
Situs http://www.pertamina.com/

Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) adalah sebuah BUMN yang bertugas mengelola penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia.

Pertamina pernah mempunyai monopoli pendirian SPBU di Indonesia, namun monopoli tersebut telah dihapuskan pemerintah pada tahun 2001. Perusahaan ini juga mengoperasikan 7 kilang minyak dengan kapasitas total 1.051,7 MBSD, pabrik petrokimia dengan kapasitas total 1.507.950 ton per tahun dan pabrik LPG dengan kapasitas total 102,3 juta ton per tahun.

Pertamina adalah hasil gabungan dari perusahaan Pertamin dengan Permina yang didirikan pada tanggal 10 Desember 1957. Penggabungan ini terjadi pada 1968. Direktur utama (Dirut) yang menjabat saat ini adalah Karen Agustiawan yang dilantik oleh Menneg BUMN Syofan Djalil pada 5 Februari 2009 menggantikan Dirut yang lama Ari Hernanto Soemarno. Pelantikan Karen Agustiawan ini mencatat sejarah penting karena ia menjadi wanita pertama yang berhasil menduduki posisi puncak di perusahaan BUMN terbesar milik Indonesia itu.

Kegiatan Pertamina dalam menyelenggarakan usaha di bidang energi dan petrokimia, terbagi ke dalam sektor Hulu dan Hilir, serta ditunjang oleh kegiatan anak-Anak perusahaan dan perusahaan patungan.

geodisika

Geofisika berasal dari kata geo, yang artinya bumi, dan fisika. Dari akar keilmuannya sendiri, geo berasal dari kata geologi. Jadi, geofisika ialah ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip fisika untuk mengetahui dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan bumi, atau dapat pula diartikan mempelajari bumi dengan menggunakan prinsip-prinsip fisika. Karena perkembangannya yang sangat cepat, batas yang jelas antara geologi, fisika, dan geofisika menjadi semakin kabur. Sebagian orang menganggap geofisika sebagai bagian dari geologi, sementara yang lain menganggapnya sebagai bagian dari ilmu fisika.

Secara klasik urutan penyelidikan geofisika untuk eksplorasi di suatu daerah adalah magnetik, gaya berat, seismik bias dan pantul. Dalam pelaksanaannya urutan penyelidikan demikian sering tidak diikuti, hal itu terdorong oleh beberapa hal diantaranya keterbatasan biaya dan adanya keinginan untuk memperoleh data secepat-cepatnya.
Penelitian geofisika umum bermanfaat untuk mendapatkan gambaran geologi, bisa dalam arti yang luas ataupun dalam arti yang khusus.

Data yang dihasilkan bermanfaat bagi pemeta geologi, geoteknik, dan hidrogeologi.
Dalam arti yang luas berarti masih bersifat umum dan biasanya untuk daerah yang luas, misalnya untuk membedakan batuan sedimen berikut struktur regionalnya. Data demikian bisa didapat dengan metoda seismik atau gaya berat umum. Data khusus misalnya untuk mengetahui penyebaran lapisan batubara tertentu, bisa dibantu untuk mendapatkan indikasinya mempergunakan gaya magnet di tanah, tahanan listrik, seismik pantul.

1. Metoda Gaya Berat (Gravitasi)

Metoda ini untuk mengukur adanya perbedaan kecil medan gaya berat batuan. Perbedaan ini disebabkan karena adanya distribusi massa yang tidak merata di kerak bumi sehingga menimbulkan tidak meratanya distribusi massa jenis batuan.

Test Gas Alam

HUKUM-HUKUM GAS


Hukum gas berkenaan dengan hubungan antara volume terhadap tekanan, temperatur, molar dan tetapan yang dipengaruhi oleh faktor tekanan dan temperatur.
V ~ P, T, n, K (P, T)

dimana :

V = volume gas
P = tekan gas
T = Temperatur gas
n = molar
K(P,T) = tetapan

Sifat-sifat fisik gas sangat dipengaruhi oleh faktor :

1. Tekanan
2. Gaya tarik menarik antara molekul
3. Sifat antara molekul yang cenderung untuk saling membatasi
4. Gaya tolak-menolak yang merupakan medan listrik dari masing-masing molekul.
5. Energi kinetis (tergantung pada temperatur).
Beberapa hukum gas yang telah dibuat berdasarkan hasil-hasil eksperimen
yaitu : hukum Boyle, hukum Charles, hukum Dalton dan hukum Amagat.

1. Hukum Boyle menyatakan bahwa nilai volume gas pada kondisi suhu yang tetap adalah berbanding terbalik dengan tekanan.

atau :
PV = tetapan
2. Hukum Charles yang menyatakan bahwa nilai volume gas pada kondisi tekanan yang tetap adalah berbanding lurus dengan suhu.
V = tetapan x T
atau :
tetapan
3. Hukum Dalton yang menyatakan bahwa tekanan gas pada keadaan dimana volumenya berupa campuran beberapa kompon, nilainya adalah total dari tekanan masing-masing komponen gas campuran tersebut.
P =
dimana :
Pi = tekanan komponen msing-masing gas
4. Hukum Amagat yang menyatakan bahwa volume total gas pada keadaan gas campuran dengan P dan T campuran adalah sebesar jumlah dari volume masing-masing gas campuran tersebut.

Drilling Liner (Application 5)



Fractures with highly different pore pressure causing
– Downhole Blowouts
– Downhole Kicks
Solution: Run Liner while Drilling
– Kick / Loss Control
– Hole Protected
– Liner at Desired Position
Open Requirements:
– Immediate Cementing Option
(Cement through motor or new method to be designed)

Dynamic Positioned Rig









Mungkinkah Indonesia meninggalkan pola "Production sharing" (KPS) ?



Dalam beberapa bulan terakhir ini saya kebetulan mendapat kesempatan untuk mengunjungi beberapa negara karena sedang mengerjakan beberapa proyek disana dan juga mengejar proyek-proyek baru di luar negeri. Saya sempat ke Brunei, karena kami sedang mengerjakan proyek Methanol milik pemerintah Brunei disana. Dari Brunei saya menyeberang ke Serawak untuk melihat pengerjaan team kami di proyek Crude oil terminal milik Petronas di Miri . Kami juga sedang mengejar Proyek Gas terminal di Sabah (salah satu negara bagian Malaysia di Serawak). Foto terlampir adalah ilustrasi team proyek kami yang berada di Miri, Serawak. Selain ke negara-negara tersebut, saya juga sempat bolak-balik ke Iran dan juga ke China untuk mengerjakan proyek dan juga mengejar peluang dengan berbagai mitra di negara-negara tersebut.

Dari perjalanan-perjalanan tersebut, ada suatu fakta yang agak “mengganggu” pemikiran saya. Berikut ini fakta tersebut :

* Brunei yang menerapkan pola “production sharing” (KPS) dengan perusahaan Shell Inggris, terlihat rakyatnya tidak terlalu modern (kurang maju)

* Malaysia tidak memberikan kesempatan kepada satupun pihak asing untuk menguasai konsesi kekayaan alam mereka (terutama di Serawak). Mereka tidak menerapkan pola “production sharing” di Serawak. Petronas menguasai seluruh konsesi minyak dan gas di Serawak. Tidak ada satupun negara asing yang boleh memiliki konsesi minyak ataupun gas di Serawak (juga lahan kelapa sawit).

* Iran mengembangkan industri energy (petrokimia), dan industri upstreamnya secara mandiri. Mereka mengembangkan industri kilang gas alam, kilang minyak, kimia dan petrokimia sepanjang ratusan kilometer dengan pemilik konsesi sumber daya alamnya adalah perusahaan BUMN Iran (tidak ada pihak asing).

* Seluruh konsesi batu bara di China dimiliki oleh perusahaan-perusahaan propinsi (BUMD) dan juga BUMN di China. Tidak ada satupun pihak asing yang menguasai konsesi batubara tersebut. China juga tidak memperkenankan satupun perusahaan asing untuk melakukan “production sharing”.

Salah satu kesedihan saya akhir-akhir ini adalah membaca Peraturan Pemerintah no:57 tahun 2007 tentang Panas bumi. Aturan dan tata caranya sama persis dengan tata cara kepemilikan konsesi batu bara. Jadi mungkin tidak terlalu lama lagi, maka konsesi panas bumi akan dimiliki oleh pihak asing & dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk keuntungan pihak asing. Padahal Pasal 33 ayat 3 tidak pernah berubah bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalammya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Saya saat ini mulai memikirkan apakah pola “production sharing” (KPS) dengan pihak asing di industri minyak, gas dan tambang sebaiknya mulai ditinggalkan oleh Indonesia ?. Pola KPS ini memang diperlukan oleh Indonesia disaat kita belum menguasai teknologinya dan juga tidak memiliki dana untuk explorasi maupun exploitasinya. Namun dengan semakin majunya kemampuan teknolog Indonesia dan juga tersedianya dana di pemerintahan baik berupa APBN dan APBD, seharusnya biaya explorasi dapat dibiayai oleh Pemda ataupun Pemerintah pusat. Sehingga APBN, APBD & PAD (pendapatan asli daerah) tidak hanya disimpan di SBI atau digunakan untuk proyek-proyek yang return-nya tidak jelas.

Teknik Sensing Untuk Melacak Lokasi Minyak dan Gas Bumi



Bumi memiliki permukaan dan variabel yang sangat kompleks. Relief topografi bumi dan komposisi materialnya menggambarkan bebatuan pada mantel bumi dan material lain pada permukaan dan juga menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan. Masing-masing tipe bebatuan, patahan di muka bumi atau pengaruh-pengaruh gerakan kerak bumi serta erosi dan pergeseran-pergeseran muka bumi menunjukkan perjalanan proses hingga membangun muka bumi seperti saat ini. Proses ini dapat difahami melalui disiplin ilmu geo-morfologi.

Eksplorasi sumber daya mineral merupakan salah satu aktifitas pemetaan geologi yang penting. Pemetaan geologi sendiri mencakup identifikasi pembentukan lahan (landform), tipe bebatuan, struktur bebatuan (lipatan dan patahannya) dan gambaran unit geologi. Saat ini hampir seluruh deposit mineral di permukaan dan dekat permukaan bumi telah ditemukan. Karenanya pencarian sekarang dilakukan pada lokasi deposit jauh di bawah permukaan bumi atau pada daerah-daerah yang sulit dijangkau. Metode geo-fisika dengan kemampuan penetrasi ke dalam permukaan bumi secara umum diperlukan dalam memastikan keberadaan deposit ini ?inyak bumi dan gas dalam pembicaraan kita-. Akan tetapi informasi awal tentang kawasan berpotensi untuk eksplorasi mineral lebih banyak dapat diperoleh melalui interpretasi ciri-ciri khusus permukaan bumi pada foto udara atau citra satelit.

Belakangan analisa menggunakan citra satelit lebih banyak dilakukan daripada foto udara, karena citra satelit memiliki beberapa nilai lebih, seperti:

1. mencakup area yang lebih luas, sehingga memungkinkan dilakukan analisa dalam skala regional, yang seringkali menguntungkan untuk memperoleh gambaran geologis area tersebut;

2. memiliki kemungkinan penerapan sensor pendeteksi multi-spektral dan bahkan hiper-spektral yang nilainya dituangkan secara kuantitatif (disebut derajat keabuan atau Digital Number dalam remote sensing), sehingga memungkinan aplikasi otomatis pada komputer untuk memahami dan mengurai karakteristik material yang diamati;

3. memungkinkan pemanfaatkan berbagai jenis data, seperti data sensor optik dan sensor radar, serta juga kombinasi data lain seperti data elevasi permukaan bumi, data geologi, jenis tanah dan lain-lain, sehingga dapat ditentukan solusi baru dalam menentukan antar-hubungan berbagai sifat dan fenomena pada permukaan bumi.

Tulisan singkat ini akan mengupas bagaimana minyak dan gas bumi tersimpan di perut bumi, bagaimana hubungan lokasi tersimpannya mineral ini dengan struktur bebatuan di dalamnya. Proses rangkaian eksplorasi dijelaskan secara umum. Kemudian untuk menjelaskan potensi teknik remote sensing dalam menemukan lokasi tersebut, akan dijelaskan tentang fungsi pemetaan geologi dan hubungannya dengan pendugaan struktur bebatuan di bawah permukaan bumi, tempat yang memungkinkan ditemukannya minyak dan gas bumi.

Proses Pembentukan

Minyak dan gas dihasilkan dari pembusukan organisma, kebanyakannya tumbuhan laut (terutama ganggang dan tumbuhan sejenis) dan juga binatang kecil seperti ikan, yang terkubur dalam lumpur yang berubah menjadi bebatuan. Proses pemanasan dan tekanan di lapisan-lapisan bumi membantu proses terjadinya minyak dan gas bumi. Cairan dan gas yang membusuk berpindah dari lokasi awal dan terperangkap pada struktur tertentu. Lokasi awalnya sendiri telah mengeras, setelah lumpur itu berubah menjadi bebatuan.

Minyak dan gas berpindah dari lokasi yang lebih dalam menuju bebatuan yang cocok. Tempat ini biasanya berupa bebatuan-pasir yang berporos (berlubang-lubang kecil) atau juga batu kapur dan patahan yang terbentuk dari aktifitas gunung berapi bisa berpeluang menyimpan minyak. Yang paling penting adalah bebatuan tempat tersimpannya minyak ini, paling tidak bagian atasnya, tertutup lapisan bebatuan kedap. Minyak dan gas ini biasanya berada dalam tekanan dan akan keluar ke permukaan bumi, apakah dikarenakan pergerakan alami sebagian lapisan permukaan bumi atau dengan penetrasi pengeboran. Bila tekanan cukup tinggi, maka minyak dan gas akan keluar ke permukaan dengan sendirinya, tetapi jika tekanan tak cukup maka diperlukan pompa untuk mengeluarkannya.

Proses Eksplorasi: Pemetaan Lineaments, Lithologic dan Geo-botanic

Eksplorasi sumber minyak dimulai dengan pencarian karakteristik pada permukaan bumi yang menggambarkan lokasi deposit. Pemetaan kondisi permukaan bumi diawali dengan pemetaan umum (reconnaissance), dan apabila ada indikasi tersimpannya mineral, dimulailah pemetaan detil. Kedua pemetaan ini membutuhkan kerja validasi lapangan, akan tetapi kerja pemetaan ini sering lebih mudah jika dibantu foto udara atau citra satelit. Setelah proses pemetaan, kerja eksplorasi lebih intensif pada metoda-metoda geo-fisika, terutama seismik, yang dapat memetakan konstruksi bawah permukaan bumi secara 3-dimensi untuk menemukan lokasi deposit secara tepat. Kemudian dilakukan uji pengeboran.

Sumbangan teknik remote sensing terutama diberikan pada proses pemetaan, yaitu pemetaan lineaments, jenis bebatuan di permukaan bumi dan jenis tetumbuhan.

Eksplorasi minyak dan gas bumi selalu bergantung pada peta permukaan bumi dan peta jenis-jenis bebatuan serta struktur-struktur yang memberi petunjuk akan kondisi di bawah permukaan bumi dengan yang cocok untuk terjadinya akumulasi minyak dan gas. Remote sensing berpotensi dalam penentuan lokasi deposit mineral ini melalui pemetaan lineaments. Lineaments adalah penampakan garis dalam skala regional sebagai akibat sifat geo-morfologis seperti alur air, lereng, garis pegunungan, dan sifat menonjol lain yang menampak dalam bentuk zona-zona patahan. Dengan menggunakan citra satelit gambaran keruangan alur air misalnya dapat dilihat dalam skala luas, sehingga kemungkinan mencari relasi keruangan untuk lokasi deposit mineral lebih besar.

Pemetaan lineament walaupun dapat dilakukan secara monoskopik (menggunakan satu citra), tetapi akan lebih produktif jika digabungkan dengan pemetaan lithologic atau pemetaan unit-unit bebatuan yang dilakukan secara stereoskopik (yang dapat mendeteksi ketinggian, karena dilakukan pada dua buah citra stereo). Kalangan ahli geologi meyakini bahwa refleksi gelombang elektromagnetik pada kisaran 1,6 sampai 2,2 mikrometer (=10-6 meter) atau pada spektrum pertengahan infra-merah (1,3 ·3,0 mikrometer) sangat cocok untuk eksplorasi mineral dan pemetaan lithologic. Keberhasilan pemetaan ini bergantung pada bentuk topografi dan karakteristik spektral sebagaimana diamati citra satelit. Untuk kawasan yang dipenuhi tumbuhan, mesti dilakukan pendekatan geo-botanic, yaitu pengetahuan tentang hubungan antara jenis tetumbuhan dengan kebutuhan nutrisi serta air pada tanah tempat tumbuhan ini tumbuh. Dengan demikian distribusi tetumbuhan pun dapat menjadi indikator dalam mendeteksi komposisi tanah dan material bebatuan di bawahnya.

Interpretasi citra dalam menemukan garis-garis patahan geologis memang membutuhkan keahlian tersendiri. Jika hanya mengandalkan lineaments, maka beberapa riset menunjukkan cukup banyak perbedaan interpretasi. Karenannya data garis ini dikorelasikan dengan karakteristik lain yang tertangkap sensor remote sensing, yaitu jenis bebatuan, yang merupakan cerminan mineralisasi permukaan bumi. Studi tentang jenis bebatuan dan respon spektral sangat membantu pencarian permukaan di mana deposit mineral tersimpan.

Penutup

Demikian sepintas potensi remote sensing dalam menemukan lokasi deposit minyak bumi dan gas. Potensi ini memuat proses pemetaan lineaments, pemetaan lithologic dan pemetaan sebaran jenis tumbuhan dan hubungannya dengan jenis tanah dan bebatuan di dasarnya (geo-botanic).

Pada kesempatan mendatang akan didiskusikan perkembangan sensor hyper-spectral yang memungkinkan identifikasi bebatuan lebih akurat lagi. Begitu juga aplikasi sensor radar memungkinkan pengenalan bebatuan sampai kedalaman tertentu. Potensi-potensi ini tetap mesti dikaji kehandalannya dengan bantuan interpretasi para ahli geologi.

Adi J. Mustafa, mahasiswa doktoral pada Center for Environmental Remote Sensing (CEReS), Chiba University, Japan dan peneliti pada Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Email: adijm@istecs.org

Pertamina EP Temukan Gas di Sumur Matindok



Jakarta, IEW – PT Pertamina EP (Eksplorasi dan Produksi) kembali menemukan gas 12 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) melalui sumur pemboran Matindok 2 (MTD-2) di Lapangan Matindok, Sulawesi Tengah. Penemuan tersebut menambah potensi gas yang bisa diproduksikan dari Lapangan Matindok. “Sebelumnya, dari sumur MTD-1 ditemukan hasil sebanyak Sembilan MMSCFD,” kata M. Harun, Manager Humas Pertamina EP, di Jakarta, Jumat (03/04/2009).

Menurut dia, Pertamina EP akan menambah dua sumur tambahan yakni MTD-3 dan 4 pada tahun 2010-2011. Rencana pengembangan (plan of development/POD) Matindok telah disetujui Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) pada 24 Desember 2008. “Hasil gas Matindok akan dikirim ke Kilang Donggi Senoro LNG yang dioperasikan PT DS LNG pada tahun 2012-2013,” kata Harun.

Dari total komitmen, lanjut Harun, pasokan Matindok sebesar 85 MMSCFD, dipenuhi dari Donggi sebesar 50 MMSCFD, Matindok 20 MMSCFD, dan Maleo Raja 15 MMSCFD.

Produksi gas Pertamina EP mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam tiga tahun terakhir. Pada tahun 2006, produksi gas mencapai 955 MMSCFD, tahun 2007 naik menjadi 980 MMSCFD, dan tahun 2008 meningkat lagi menjadi 1.003 MMSCFD. “Tahun 2009 Pertamina EP menargetkan produksi gas mencapai 1.123 MMSCFD,” kata Harun.

Produksi minyak Pertamina EP juga mengalami peningkatan sejak 2003 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata (Capital Average Gross Ratio/CAGR) mencapai 3,1 persen dari level produksi 95,6 ribu barel per hari (MBOPD) di 2003 menjadi 102,2 MBOPD tahun 2006.

Tahun 2007, produksi minyak naik 6,7 persen menjadi 110,3 MBOPD dan kembali naik tahun 2008 menjadi 116,6 MBOPD. Menurut Harun, pada 2009, Pertamina EP menargetkan tingkat pertumbuhan
produksi minyak sebesar 6,2 persen dengan target produksi 125,5 MBOPD.

Fakta dasar LNG

Fakta dasar LNG

LNG menawarkan kepadatan energi yang sebanding dengan bahan bakar petrol dan diesel dan menghasilkan polusi yang lebih sedikit, tetapi biaya produksi yang relatif tinggi dan kebutuhan penyimpanannya yang menggunakan tangki cryogenic yang mahal telah mencegah penggunaannya dalam aplikasi komersial.

Kondisi yang dibutuhkan untuk memadatkan gas alam bergantung dari komposisi dari gas itu sendiri, pasar yang akan menerima serta proses yang digunakan, namun umumnya menggunakan suhu sekitar 120 and -170 derajat celsius (methana murni menjadi cair pada suhu -161.6 C) dengan tekanan antara 101 dan 6000 [kilopascal|kPa]] (14.7 and 870 lbf/in²).Gas alam bertakanan tinggi yang telah didapat kemudian diturunkan tekanannya untuk penyimpanan dan pengiriman.

Kepadatan LNG kira-kira 0,41-0,5 kg/L, tergantung suhu, tekanan, dan komposisi. Sebagai perbandingan, air memiliki kepadatan 1,0 kg/L.

LNG berasal dari gas alam yang merupakan campuran dari beberapa gas yang bereda sehingg tidak memililiki nilai panas yang spesifik.Nilai panasnya bergantung pada sumber gas yang digunakan dan proses yang digunakan untuk mencairkan bentuk gasnya. Nilai panas tertinggi LNG berkisar sekitar 24MJ/L pada suhu -164 derajat Celsius dan nilai terendahnya 21ML/L.


Pada 1964 Kerajaan Bersatu dan Prancis adalah pembeli LNG dalam perdagangan LNG pertama dunia dari Aljazair, sebagai saksi dari era baru energi. Karena kebanyakan pabrik LNG terletak di wilayah "terpencil" yang tidak memiliki jalur pipa, biaya perawatan dan transportasi LNG sangat besar sehingga pengembangannya melambat pada setengah abad terakhir.

Pembangunan pabrik LNG menghabiskan biaya AS$1-3 milyar, biaya terminal penerimaan AS$0,5-1 milyar, dan pengangkut LNG AS$0,2-0,3 milyar. Dibandingkan dengan minyak mentah, pasar gas alam kecil namun matang. Pengembangan komersial LNG adalah sebuah gaya yang disebut rantai niai, yang berarti pensuplai LNG awalnya memastikan pembeli bawah dan kemudian menandatanganni kontrak 20-25 tahun dengan isi perjanjian yang ketat dan struktur penghargaan gas.


Banjir lumpur panas Sidoarjo


Banjir Lumpur Panas Sidoarjo atau Lumpur Lapindo atau Lumpur Sidoarjo (Lusi) , adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal 27 Mei 2006, bersamaan dengan gempa berkekuatan 5,9 SR yang melanda Yogyakarta. Semburan lumpur panas selama beberapa bulan ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta mempengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.

Lokasi

Lokasi semburan lumpur ini berada di Porong, yakni kecamatan di bagian selatan Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah selatan kota Sidoarjo. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Gempol (Kabupaten Pasuruan) di sebelah selatan.

Lokasi semburan hanya berjarak 150-500 meter dari sumur Banjar Panji-1 (BJP-1), yang merupakan sumur eksplorasi gas milik Lapindo Brantas sebagai operator blok Brantas. Oleh karena itu, hingga saat ini, semburan lumpur panas tersebut diduga diakibatkan aktivitas pengeboran yang dilakukan Lapindo Brantas di sumur tersebut. Pihak Lapindo Brantas sendiri punya dua teori soal asal semburan. Pertama, semburan lumpur berhubungan dengan kegiatan pengeboran. Kedua, semburan lumpur kebetulan terjadi bersamaan dengan pengeboran akibat sesuatu yang belum diketahui. Namun bahan tulisan lebih banyak yang condong kejadian itu adalah akibat pemboran, walaupun pendapat tersebut ketika dipraktikan tidak dapat menghentikan luapan lumpur tersebut.

Lokasi tersebut merupakan kawasan pemukiman dan di sekitarnya merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi (jalur pantura timur), serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi,Indonesia


Perkiraan penyebab kejadian

Ada yang mengatakan bahwa lumpur Lapindo meluap karena kegiatan PT Lapindo di dekat lokasi itu, karena banyak kalangan yang tidak mengetahui bahwa luapan lumpur bukan keluar dari lubang pemboran yang dilakukan PT LAPINDO.

Lapindo Brantas melakukan pengeboran sumur Banjar Panji-1 pada awal Maret 2006 dengan menggunakan perusahaan kontraktor pengeboran PT Medici Citra Nusantara. Kontrak itu diperoleh Medici atas nama Alton International Indonesia, Januari 2006, setelah menang tender pengeboran dari Lapindo senilai US$ 24 juta.

Pada awalnya sumur tersebut direncanakan hingga kedalaman 8500 kaki (2590 meter) untuk mencapai formasi Kujung (batu gamping). Sumur tersebut akan dipasang selubung bor (casing ) yang ukurannya bervariasi sesuai dengan kedalaman untuk mengantisipasi potensi circulation loss (hilangnya lumpur dalam formasi) dan kick (masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur) sebelum pengeboran menembus formasi Kujung.

Sesuai dengan desain awalnya, Lapindo “sudah” memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 kaki, casing 20 inchi pada 1195 kaki, casing (liner) 16 inchi pada 2385 kaki dan casing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki (Lapindo Press Rilis ke wartawan, 15 Juni 2006). Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297 kaki, mereka “belum” memasang casing 9-5/8 inchi yang rencananya akan dipasang tepat di kedalaman batas antara formasi Kalibeng Bawah dengan Formasi Kujung (8500 kaki).

Diperkirakan bahwa Lapindo, sejak awal merencanakan kegiatan pemboran ini dengan membuat prognosis pengeboran yang salah. Mereka membuat prognosis dengan mengasumsikan zona pemboran mereka di zona Rembang dengan target pemborannya adalah formasi Kujung. Padahal mereka membor di zona Kendeng yang tidak ada formasi Kujung-nya. Alhasil, mereka merencanakan memasang casing setelah menyentuh target yaitu batu gamping formasi Kujung yang sebenarnya tidak ada. Selama mengebor mereka tidak meng-casing lubang karena kegiatan pemboran masih berlangsung. Selama pemboran, lumpur overpressure (bertekanan tinggi) dari formasi Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out) tetapi dapat diatasi dengan pompa lumpurnya Lapindo (Medici).

Setelah kedalaman 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. Lapindo mengira target formasi Kujung sudah tercapai, padahal mereka hanya menyentuh formasi Klitik. Batu gamping formasi Klitik sangat porous (bolong-bolong). Akibatnya lumpur yang digunakan untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang (masuk ke lubang di batu gamping formasi Klitik) atau circulation loss sehingga Lapindo kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan.

Akibat dari habisnya lumpur Lapindo, maka lumpur formasi Pucangan berusaha menerobos ke luar (terjadi kick). Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit sehingga dipotong. Sesuai prosedur standard, operasi pemboran dihentikan, perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig segera ditutup & segera dipompakan lumpur pemboran berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan mematikan kick. Kemungkinan yang terjadi, fluida formasi bertekanan tinggi sudah terlanjur naik ke atas sampai ke batas antara open-hole dengan selubung di permukaan (surface casing) 13 3/8 inchi. Di kedalaman tersebut, diperkirakan kondisi geologis tanah tidak stabil & kemungkinan banyak terdapat rekahan alami (natural fissures) yang bisa sampai ke permukaan. Karena tidak dapat melanjutkan perjalanannya terus ke atas melalui lubang sumur disebabkan BOP sudah ditutup, maka fluida formasi bertekanan tadi akan berusaha mencari jalan lain yang lebih mudah yaitu melewati rekahan alami tadi & berhasil. Inilah mengapa surface blowout terjadi di berbagai tempat di sekitar area sumur, bukan di sumur itu sendiri.

Perlu diketahui bahwa untuk operasi sebuah kegiatan pemboran MIGAS di Indonesia setiap tindakan harus seijin BP MIGAS, semua dokumen terutama tentang pemasangan casing sudah disetujui oleh BP MIGAS.